Beberapa
penduduk Mekkah datang ke Nabi Muhammad SAW bertanya tentang ruh, kisah
ashabul kahfi dan kisah Dzulqarnain. Nabi menjawab, “Datanglah besok
pagi kepadaku agar aku ceritakan.” Keesokan harinya wahyu tidak datang
menemui Nabi, sehingga Nabi gagal menjawab hal-hal yang ditanyakan.
Tentu saja “kegagalan” ini menjadi cemoohan kaum kafir.
Saat itulah turun ayat menegur Nabi:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan
mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”.
Dan ingatlah kepada Tuhan-Mu jika kamu lupa dan katakanlah
“Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya daripada ini.” (QS 18: 24)
Kata “Insya Allah”
berarti “jika Allah menghendaki”. Ini menunjukkan bahwa kita tidak tahu
sedetik ke depan apa yang terjadi dengan kita. Kedua, hal ini juga
menunjukkan bahwa manusia punya rencana, Allah punya kuasa. Dengan
demikian, kata “insya Allah” menunjukkan kerendahan hati seorang hamba
sekaligus kesadaran akan kekuasaan ilahi.
Dari kisah di atas kita tahu bahkan Nabi pun mendapat teguran ketika alpa mengucapkan insya Allah.
Sayang, sebagian diantara kita sering melupakan peranan dan kekuasaan
Allah ketika hendak berencana atau mengerjakan sesuatu. Sebagian
diantara kita malah secara keliru mengamalkan kata “insya Allah” sebagai
cara untuk tidak mengerjakan sesuatu. Ketika kita diundang, kita
menjawab dengan kata “Insya Allah” bukan dengan keyakinan bahwa Allah
yang punya kuasa tetapi sebagai cara berbasa-basi untuk tidak memenuhi
undangan tersebut. Kita rupanya berkelit dan berlindung dengan kata
“Insya Allah”. Begitu pula halnya ketika kita berjanji, sering kali kata
“insya Allah” keluar begitu saja sebagai alat basa-basi pergaulan.
Yang benar adalah, ketika kita diundang atau berjanji pada orang lain,
kita ucapkan “insya Allah”, lalu kita berusaha memenuhi undangan ataupun
janji itu. Bila tiba-tiba datang halangan seperti sakit, hujan, dan
lainnya, hingga kita tidak mampu memenuhi undangan ataupun janji itu,
maka disinilah letak kekuasaan Allah. Disinilah baru berlaku makna
“insya Allah”.