Senin, 16 April 2012

Mimpi Indonesia Menjadi Basis Produksi Telekomunikasi Dunia

Beberapa bulan yang lalu pemerintah Indonesia dan produsen smartphone BlackBerry sempat saling lempar wacana terkait penempatan basis produksi perangkat BlackBerry. Meskipun Indonesia merupakan pengguna BlackBerry terbesar di Asia Tenggara, Research In Motion (RIM) sebagai produsen BlackBerry ternyata lebih memilih untuk membangun pabriknya di Malaysia. Pasar BlackBerry sendiri di Malaysia hanya sekitar 10% dari pasar di Indonesia.
Wacana ini berkembang sekitar bulan September 2011, bahkan Menteri Komunikasi dan Informatika sempat menyatakan ‘rencana’ pembangunan pabrik di Malaysia hanya sekedar isu. Kesalahan yang fatal dari seorang menteri. Sejatinya, pabrik BlackBerry di Malaysia telah beroperasi pada 01 Juli 2011. Bahkan pemberitaannya telah dilansir oleh beberapa media di Indonesia di awal bulan Juli tahun lalu. Jadi, siapa yang salah?
Indonesia memang dikenal sebagai pelahap gadget-gadget terbaru. Beberapa seri dari merek smartphone terbaru diluncurkan perdana di Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, serta penetrasi telepon dan internet yang masih rendah, memang membuat negara ini menjadi ladang emas para produsen gadget. Ini juga didukung dengan semakin meningkatnya kelas menengah di Indonesia, yang mempunyai kemampuan dan gaya sendiri untuk melakukan konsumsi produk atau jasa.
Data Bank Dunia menunjukkan ada lebih dari 134 juta warga kelas menengah di Indonesia, yaitu mereka yang membelanjakan uangnya 2 dollar AS (sekitar Rp 18.000) sampai 20 dollar AS (sekitar Rp 180.000) per hari. Nilai uang yang dibelanjakan para warga kelas menengah Indonesia juga fantastis. Belanja pakaian dan alas kaki tahun 2010 mencapai Rp 113,4 triliun, belanja barang rumah tangga dan jasa Rp 194,4 triliun, belanja di luar negeri Rp 59 triliun, serta biaya transportasi Rp 238,6 triliun. Ini turut meningkatkan jumlah pengguna telepon selular di Indonesia yang saat ini sekitar 280 juta pelanggan. Pada tahun 2010, sekitar 4 juta diantaranya menggunakan smartphone dan akan meningkat menjadi 16,3 juta pelanggan pada tahun 2014. *Dikutip dari kompas.com
Tapi sayang, pasar yang besar ini hanya sebatas menjadi konsumen. Produsen gadget raksasa belum melirik Indonesia sebagai basis produksi perangkat telepon selular, seperti kisah BlackBerry di atas. Bahkan pada saat Nokia akan memindahkan produksinya dari Eropa dan Amerika ke Asia di awal tahun 2012 ini, Indonesia tidak jua dilirik.
Nokia telah memindahkan basis produksi smartphone dari Meksiko, Finlandia, dan Hongaria ke pabrik di Asia Pasifik, dengan tujuan untuk mendekatkan produksi ke pabrik penyedia komponen yang berada di Asia juga. Dengan perpindahan ini paling tidak ada 4000 posisi yang terancam hilang. Bahkan 2200 orang telah kehilangan pekerjaannya di Rumania pada saat Nokia menutup pabriknya di negara tersebut bulan November yang lalu.
Saat ini Nokia sedang membangun basis produksi di Vietnam, yang merupakan pabrik kelima di Asia Pasifik setelah sebelumnya sudah berdiri dua lokasi di Cina dan masing-masing satu lokasi di India dan Korea Selatan.
Seperti bisa dilihat di infografis di bawah, untuk di benua Asia, negara untuk penempatan pabrik telepon selular berskala global berkisar pada Cina, India, Korea Selatan, atau Vietnam. Dan sekarang bertambah dengan berdirinya pabrik BlackBerry di Malaysia.
Ke depan kita tidak ingin penduduk Indonesia yang sangat besar ini hanya menjadi konsumen dan penikmat gadget semata, tapi juga bisa menyaksikan berdirinya investasi dari produsen gadget global yang dapat menggerakkan ekonomi bangsa. Sepertinya Indonesia harus belajar dari negara tetangga bagaimana menerima investor dan menciptakan iklim bisnis yang kondusif. Seperti yang diungkapkan Hastings Singh, Vice President Sales & Distribution RIM, RIM sengaja memilih mendirikan pabrik baru di Malaysia adalah karena efisiensi ekonomi : “Malaysia menjadi pilihan masuk akal untuk Asia, karena di Malaysia inilah biayanya paling hemat”.