Beberapa bulan yang lalu pemerintah Indonesia dan produsen
smartphone BlackBerry sempat saling lempar wacana terkait penempatan
basis produksi perangkat BlackBerry. Meskipun Indonesia merupakan
pengguna BlackBerry terbesar di Asia Tenggara, Research In Motion (RIM)
sebagai produsen BlackBerry ternyata lebih memilih untuk membangun
pabriknya di Malaysia. Pasar BlackBerry sendiri di Malaysia hanya
sekitar 10% dari pasar di Indonesia.
Wacana ini berkembang sekitar bulan September 2011, bahkan Menteri
Komunikasi dan Informatika sempat menyatakan ‘rencana’ pembangunan
pabrik di Malaysia hanya sekedar isu. Kesalahan yang fatal dari seorang
menteri. Sejatinya, pabrik BlackBerry di Malaysia telah beroperasi pada
01 Juli 2011. Bahkan pemberitaannya telah dilansir oleh beberapa media
di Indonesia di awal bulan Juli tahun lalu. Jadi, siapa yang salah?
Indonesia memang dikenal sebagai pelahap gadget-gadget terbaru.
Beberapa seri dari merek smartphone terbaru diluncurkan perdana di
Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, serta
penetrasi telepon dan internet yang masih rendah, memang membuat negara
ini menjadi ladang emas para produsen gadget. Ini juga didukung dengan
semakin meningkatnya kelas menengah di Indonesia, yang mempunyai
kemampuan dan gaya sendiri untuk melakukan konsumsi produk atau jasa.
Data Bank Dunia menunjukkan ada lebih dari 134 juta warga kelas
menengah di Indonesia, yaitu mereka yang membelanjakan uangnya 2 dollar
AS (sekitar Rp 18.000) sampai 20 dollar AS (sekitar Rp 180.000) per
hari. Nilai uang yang dibelanjakan para warga kelas menengah Indonesia
juga fantastis. Belanja pakaian dan alas kaki tahun 2010 mencapai Rp
113,4 triliun, belanja barang rumah tangga dan jasa Rp 194,4 triliun,
belanja di luar negeri Rp 59 triliun, serta biaya transportasi Rp 238,6
triliun. Ini turut meningkatkan jumlah pengguna telepon selular di
Indonesia yang saat ini sekitar 280 juta pelanggan. Pada tahun 2010,
sekitar 4 juta diantaranya menggunakan smartphone dan akan meningkat
menjadi 16,3 juta pelanggan pada tahun 2014. *Dikutip dari kompas.com
Tapi sayang, pasar yang besar ini hanya sebatas menjadi konsumen.
Produsen gadget raksasa belum melirik Indonesia sebagai basis produksi
perangkat telepon selular, seperti kisah BlackBerry di atas. Bahkan pada
saat Nokia akan memindahkan produksinya dari Eropa dan Amerika ke Asia
di awal tahun 2012 ini, Indonesia tidak jua dilirik.
Nokia telah memindahkan basis produksi smartphone dari Meksiko,
Finlandia, dan Hongaria ke pabrik di Asia Pasifik, dengan tujuan untuk
mendekatkan produksi ke pabrik penyedia komponen yang berada di Asia
juga. Dengan perpindahan ini paling tidak ada 4000 posisi yang terancam
hilang. Bahkan 2200 orang telah kehilangan pekerjaannya di Rumania pada
saat Nokia menutup pabriknya di negara tersebut bulan November yang
lalu.
Saat ini Nokia sedang membangun basis produksi di Vietnam, yang
merupakan pabrik kelima di Asia Pasifik setelah sebelumnya sudah berdiri
dua lokasi di Cina dan masing-masing satu lokasi di India dan Korea
Selatan.
Seperti bisa dilihat di infografis di bawah, untuk di benua Asia,
negara untuk penempatan pabrik telepon selular berskala global berkisar
pada Cina, India, Korea Selatan, atau Vietnam. Dan sekarang bertambah
dengan berdirinya pabrik BlackBerry di Malaysia.
Ke depan kita tidak ingin penduduk Indonesia yang sangat besar ini
hanya menjadi konsumen dan penikmat gadget semata, tapi juga bisa
menyaksikan berdirinya investasi dari produsen gadget global yang dapat
menggerakkan ekonomi bangsa. Sepertinya Indonesia harus belajar dari
negara tetangga bagaimana menerima investor dan menciptakan iklim bisnis
yang kondusif. Seperti yang diungkapkan Hastings Singh, Vice President Sales & Distribution RIM, RIM sengaja memilih mendirikan pabrik baru di Malaysia adalah karena efisiensi ekonomi : “Malaysia menjadi pilihan masuk akal untuk Asia, karena di Malaysia inilah biayanya paling hemat”.